Apa itu Angkot Day? Angkot Day adalah respons kelompok Riset Indie terhadap permasalahan
urban mobility kota Bandung. Proyek ini mencoba untuk meneliti
faktor-faktor penyebab kemacetan kota Bandung khususnya transportasi
publiknya melalui pendekatan sosial-ekonomi. Riset Indie: Angkot Day
terbagi menjadi dua bagian: penelitian aspek sosio-ekonomi serta sebuah
eksperimen sosial bertajuk Angkot Day.
Bandung di masa lampau adalah kebanggaan penduduknya yang bahagia, ramah, dan bersahaja. Karakteristiknya sebagai kota peristirahatan dan pemukiman menjadi begitu syahdu terlebih ketika dinobatkan sebagai "Parijs van Java".
Cerita orang tua kita mengingatkan tentang bagaimana berkehidupan di
Bandung tempo doeloe sungguh menancapkan memori yang indah di hidup
mereka. Namun seperti apakah Bandung kontemporer saat ini?
Perubahan barangkali terjadi terlampau cepat, jauh lebih cepat dari yang kita bisa perkirakan. Dua puluh tahun lalu saja hidup kita sudah sangat berbeda dibanding saat ini. Dekade 90-an merupakan saksi lahirnya hal-hal yang mengubah cara hidup kita. Misalnya telepon genggam, internet, bahkan perkembangan ekonomi sampai ke kredit konsumsi perbankan. Hal-hal tersebut yang saat ini kita "take it for granted" ternyata mampu mengubah pola hidup kita dalam keseharian. Kita ingin serba instan, cepat, dan privat! Dalam bermobilitas pun keinginan tersebut merupakan keniscayaan. Kita ingin bepergian keluar rumah dengan cepat dan tidak repot. Tentu hal ini merupakan hak setiap orang, namun sejauh manakah hak pribadi itu beririsan dengan kepentingan umum?
Transportasi merupakan urat nadi kehidupan kota. Apabila sebuah kota dianalogikan sebagai makhluk hidup, maka penduduknya adalah darahnya dan infrastruktur transportasi adalah pembuluh darahnya. Kebutuhan mobilitas penduduk juga analog dengan kebutuhan darah untuk mendistribusikan oksigen, mineral, serta nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Kebutuhan mobilitas penduduk adalah untuk mendistribusikan cerita, informasi, uang, makanan, kebahagiaan dan lainnya. Saat kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik dan benar maka tubuh akan sakit, kota ini akan sakit.
Kemacetan kota Bandung semakin dirasa nyata dan semakin parah beberapa tahun belakangan ini. Sederhananya kemacetan kota Bandung merupakan akibat dari tidak seimbangnya jumlah luas ruas jalan dengan kendaraan yang melintasinya. Hal ini sepertinya dapat dikaitkan dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan pribadi dan ketidakmampuan angkutan umum untuk mempertahankan jumlah penumpangnya. Saat ini terdapat lebih dari 5000 unit angkutan kota, lebih dari 500.000 unit sepeda motor dan lebih dari 200.000 unit mobil yang ada di kota Bandung. Dapat kita bayangkan ketidakseimbangan antara jumlah kendaraan dengan luas ruas jalan! Bandung sendiri luasnya tidak bertambah besar dalam beberapa dekade belakangan ini, sedangkan jumlah penduduknya cenderung bertambah terus. Apabila penambahan jumlah penduduk dibarengi dengan penambahan jumlah kendaraan pribadi, akan jadi seperti apa Bandung ini ketika anak kita nanti tumbuh besar?
Mengatasi kemacetan kota Bandung mungkin bisa dimulai dari hal sederhana seperti mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum (yang mana, angkutan umum terpopuler di Bandung adalah Angkot). Tapi seberapa "sederhana" kah hal itu? Saat ini pengguna kendaraan pribadi memiliki argumen logis untuk tidak naik angkutan umum, yaitu kualitas pelayanan angkot yang buruk! Yang ditandai dengan "ngetem", jadwal yang tidak pasti, keamanan yang tidak terjamin, kenyamanan yang tidak tersedia, dan berbagai hal lainnya. Namun bila kita mencoba untuk adil, maka para pelaku angkot juga memiliki argumen logis yang membenarkan kelakuan mereka! "Semua ini terjadi karena sedikit sekali yang naik angkot!". Dengan sistem setoran, standarisasi yang minim, kepemilikan swasta yang birokrasinya terlalu lebar, maka tidak heran sistem bisnis dan operasional angkutan kota ini menjadi mandul menghadapi persaingan dengan kredit murah cicilan motor dan mobil! Alasan sederhana supir angkot ngetem adalah efisiensi untuk kejar setoran! Motivasi ekonomi sederhana inilah yang luput dari perhitungan kita yang kemudian akhirnya menjadi akar permasalahan kualitas angkutan kota yang buruk. Dan keadaan demikian semakin menguatkan masyarakat untuk lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Maka kita harus lakukan sesuatu untuk memecah kebuntuan ini!